1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 | Seorang teman bertanya, “Pada saat adzan Subuh, ada seruan bahwa shalat lebih baik daripada tidur. Kenapa begitu, ya? Kenapa nilai shalat hanya lebih baik daripada tidur? Kalau begitu, rendah sekali ternyata nilai shalat itu.” Senang sekali rasanya mengetahui bahwa saat ini semua orang semakin kritis. Hal yang dulu hanya diterima sebagai teori, bahkan sebagian orang mengatakan dogma, saat ini sudah diimplementasikan dalam tataran akal. Alhamdulillâh. Bukankah akal memang diciptakan untuk mengokohkan iman? Namun, jangan lupa, iman harus tertanam dulu, baru kemudian akal menguatkannya. Sebelum kita bahas pertanyaan tersebut, marilah kita ingat lagi asal mula kalimat adzan seperti yang sering kita dengar, barangkali kita sudah melupakannya. Maklum, bukankah manusia itu tempat salah dan lupa? Setelah itu kita bahas mengapa hanya adzan Subuh yang ada tambahan kalimat tersebut. Terakhir, marilah kita lihat apakah nilai shalat “hanya” lebih baik daripada tidur, seperti kata teman penulis tadi. Di kitab “Bulûghul Marâm – Min Adillatil Ahkâm” terdapat hadits ke-190 yang menerangkan tentang adzan dan iqamah. Pada masa-masa awah hijrah, kaum muslimin bermusyawarah tentang bagaimana cara memanggil orang untuk shalat berjamaah lima waktu. Ada yang usul agar membunyikan lonceng. Namun pendapat ini tidak disetujui karena cara tersebut digunakan oleh orang Nasrani. Pendapat lain mengusulkan agar ditiup terompet, namun ditolak juga karena cara ini dilakukan oleh orang-orang Yahudi. Ada yang usul dengan kalimat “ash-Shalâh ash-Shalâh”, dan dipilihlah kalimat ini sebagai seruan untuk shalat. Ada juga riwayat yang menyatakan beberapa kalimat lain untuk ajakan shalat. Suatu malam Sahabat Abdullah bin Zaid bin Abdi Rabbah ra. bermimpi bertemu seseorang yang mengajarkan cara adzan dan iqamah. Keesokan paginya, Abdullah bin Zaid datang kepada Rasulullah saw. dan menceritakan mimpinya. Rasulullah bersabda, إِنَّهَا لَرُؤْياَ حَقٍّ “Sesungguhnya (yang demikian) itu mimpi yang benar.” (HR Ahmad dan Abu Daud, disahihkan oleh Tirmidzi dan Ibnu Khuzaimah) Dalam riwayat lain diceritakan bahwa Umar bin Khattab juga bermimpi yang sama. Akhirnya adzanlah yang digunakan untuk memanggil umat Islam dalam rangka menunaikan shalat berjamaah. Adzan adalah sebuah seruan yang membahana, menggema di angkasa dan memenuhi seluruh pelosok. Adapun lafadzh adzan sebagaimana yang kita dengar selama ini. Sedangkan lafazh iqamah, ada perbedaan mengenai jumlah bilangan takbir. Sebuah riwayat dua kali, di riwayat yang lain satu kali. Semuanya benar, jadi tidak perlu diperselisihkan. Untuk shalat Subuh disunnahkan dua kali adzan. Adzan pertama dikumandangkan sebelum waktu Subuh yang berfungsi membangunkan orang tidur. Adzan kedua ketika sudah masuk waktu Subuh yang berfungsi mengajak orang mengerjakan shalat. Di kitab “I‘ânah ath-Thâlibîn” terdapat penjelasan tentang tambahan kalimat “Ash-Shalâtu khayrum minan nawm”, yang disebut dengan tatswîb. Sahabat Bilal pernah mengumandangkan adzan Subuh, kemudian dikabarkan kepadanya bahwa Nabi saw. sedang tidur, lalu Bilal menambahkan lafazh : اَلسَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ. اَلصَّـلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ Semoga salam, rahmat dan barakah dari Allah tetap atasmu wahai Nabi. (Pahala) shalat lebih baik daripada (kelezatan) tidur. Nabi Muhammad saw. bersabda : اِجْعَلْهُ فىِ تَأْذِيْنِكَ لِلصُّبْحِ Jadikanlah tatswîb itu pada adzan Subuhmu. Ada juga yang mengatakan bahwa Bilal menambahnya karena saat itu banyak sahabat yang belum bangun, diakibatkan kelelahan yang sangat sehabis berperang. Wallâhu a‘lam. Disunnahkan tatswîb sebanyak dua kali setelah “hayya ‘alal falâh” berdasarkan hadits riwayat Abu Daud dengan jalur perawi yang baik. Hal ini dinyatakan dalam kitab “Syarah al-Muhadzdzab”. Kesunnahan tersebut berlaku untuk adzan sebelum Subuh maupun saat Subuh, meskipun penduduk Mekah menentukan tatswîb ini untuk adzan kedua saja dengan tujuan untuk membedakan dengan adzan pertama. Apa pun riwayat yang kita jadikan dasar, tidur malam memang begitu nikmat sehabis melakukan aktivitas yang sangat melelahkan. Memang, ada sebagian dari kita yang aktivitasnya tidak terlalu berat, sehingga tidurnya cukup. Namun, sebagian dari kita yang lain mempunyai aktivitas yang sangat padat, sehingga tidur malam adalah jeda untuk melepas penat dan letih. Pada masa Rasulullah, aktivitas harian para sahabat tidak seperti kita, yaitu belajar, bekerja dan bermasyarakat. Kadang kala mereka harus berperang untuk menegakkan agama Allah. Bukankah hal itu sangat menguras tenaga? Tambahan kalimat tatswîb tercantum juga di kitab “Bulûghul Marâm – Min Adillatil Ahkâm” hadits ke-191 yang diriwayatkan oleh Ahmad dan Ibnu Khuzaimah. اَلصَّـلاَةُ خَيْرٌ مِنَ النَّوْمِ Shalat itu lebih baik daripada tidur. Adapun cara menjawabnya, Rasulullah mengajarkan : صَـدَقْتَ وَبَرَرْتَ وَاَنَا عَلَى ذَلِكَ مِنَ الشَّاهِـدِيْنَ Engkau benar, engkau telah berbuat baik, dan aku termasuk golongan orang-orang yang menyaksikan. Apakah shalat “hanya” lebih baik daripada tidur? Mari kita tanyakan pada diri sendiri. Apabila kita sangat mengantuk karena begitu lelah setelah berbagai aktivitas yang kita lakukan; apakah emas, berlian, perhiasan, uang dan seluruh isi dunia lebih kita pilih daripada tidur? Tentu saja tidak. Hal ini mirip seperti orang yang sedang tenggelam di lautan. Baginya, intan permata tidak ada artinya. Justru ban bekas jauh lebih berharga daripada semua harta kekayaan. Jadi, shalat tidak hanya lebih baik daripada tidur. Shalat jauh lebih baik daripada seluruh dunia beserta isinya. Shalat mencari kekayaan serta kehidupan hakiki, kenikmatan ukhrawi, surga nan abadi serta perjumpaan dan keridhaan Ilahi Rabbi. Mengapa bangun untuk melaksanakan shalat Subuh terasa lebih berat? Selain karena kelelahan, ada juga alasan lainnya. Pada saat tidur pulas di waktu malam, setan berusaha untuk meninabobokan kita supaya tetap istirahat. Rasulullah asw. (‘alayhish shalâtu was salâm) bersabda : يَعْقِدُ الشَّيْطَانُ عَلَى قَافِيَةِ رَأْسِ أَحَدِكُمْ إِذَا هُوَ نَامَ ثَلاَثَ عُقَدٍ : يَضْرِبُ كُلَّ عُقْدَةٍ، عَلَيْكَ لَيْلٌ طَوِيْلٌ فَارْقُدْ، فَإِنِ اسْتَيْـقَظَ فَذَكَرَ اللهَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، وَإِنْ تَوَضَّأَ انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَإِنْ صَلَّى انْحَلَّتْ عُقْدَةٌ، فَأَصْـبَحَ نَشِيْطًا طَيِّبَ النَّفْسِ، وَإِلاَّ أَصْـبَحَ خَبِـيْثَ النَّفْسِ كَسْلاَنَ Setan akan mengikat ujung kepala kalian ketika sedang tidur dengan tiga ikatan. Pada setiap ikatan setan akan dibisikkan, “Kamu masih memiliki malam panjang, maka tidurlah.” Jika engkau bangun dan mengingat Allah, maka akan terlepaslah ikatanmu yang pertama. Apabila engkau kemudian berwudhu, maka akan terlepaslah ikatan kedua. Dan jika engkau melakukan shalat, maka akan terlepaslah ikatanmu yang ketiga. Jika engkau tidak melakukan ketiga hal itu, niscaya hatimu akan menjadi sesat dan malas. (HR Bukhari dan Muslim) Berikut ini hadits-hadits yang menjelaskan keutamaan shalat Subuh, yang memang lebih berat untuk dilaksanakan. Rasulullah saw. bersabda : يَتَعَاقَبُوْنَ فِيْكُمْ مَلاَئِكَةٌ بِاللَّيْلِ وَمَلاَئِكَةٌ بِالنَّهَارِ وَيَجْتَمِعُوْنَ فِيْ صَلاَةِ الْفَجْرِ وَصَلاَةِ الْعَصْرِ ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِيْنَ بَاتُوْا فِيْكُمْ فَيَسْـأَلُهُمْ رَبُّهُمْ وَهُوَ أَعْلَمُ بِهِمْ كَيْفَ تَرَكْتُمْ عِبَادِيْ؟ فَيَقُوْلُوْنَ تَرَكْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّوْنَ وَأَتَيْنَاهُمْ وَهُمْ يُصَلُّوْنَ Malaikat-malaikat malam hari dan malaikat-malaikat siang hari silih berganti mengawasi kalian, dan mereka berkumpul pada saat shalat Subuh dan shalat Ashar, kemudian malaikat-malaikat yang mengawasi kalian semalam suntuk naik (ke langit). Allah menanyakan kepada mereka, padahal Dia lebih mengetahui dari mereka, “Dalam keadaan apakah kalian tinggalkan hamba-hamba-Ku?” Mereka menjawab, “Kami tinggalkan mereka dalam keadaan mengerjakan shalat, dan kami datangi mereka dalam keadaan mengerjakan shalat pula.” (HR Bukhari, Muslim dan an-Nasa’i) Jabir bin Abdullah al-Bajalli berkata, “Kami berada di samping Nabi saw. pada suatu malam, maka Nabi melihat bulan purnama sambil berkata, إِنَّكُمْ سَتَرَوْنَ رَبَّكُمْ كَمَا تَرَوْنَ هَذَا الْقَمَرَ لاَتَضَامُّوْنَ فِيْ رُؤْيَتِهِ، فَإِنِ اسْـتَطَعْتُمْ أَنْ لاَ تُغْلَبُوْا عَلَى صَلاَةٍ قَبْلَ طُلُوْعِ الشَّمْسِ وَقَبْلَ غُرُوْبِهَا فَافْعَلُوْا “Kalian akan melihat Tuhan sebagaimana kalian melihat bulan ini, tidak silau karena melihatnya. Maka sebisa mungkin, jangan sampai dikalahkan untuk shalat sebelum terbit matahari (Subuh) dan sebelum terbenamnya (Ashar). Cepatlah kamu kerjakan!” (HR Bukhari dan Muslim) Utsman bin Affan ra. menuturkan, “Saya telah mendengar Rasulullah saw. bersabda, مَنْ صَلَّى الْعِشَاءَ فِيْ جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا قَامَ نِصْفَ اللَّيْلِ، وَمَنْ صَلَّى الصُّبْحَ فِيْ جَمَاعَةٍ فَكَأَنَّمَا صَلَّى اللَّيْلِ كُلَّهُ “Siapa yang shalat Isya’ berjamaah, seolah-olah bangun setengah malam (seperti shalat separuh malam). Siapa yang shalat Subuh berjamaah, maka bagaikan shalat semalam penuh.” (HR Muslim) Bahkan, Nabi saw. menyatakan bahwa dua rakaat sebelum Subuh (shalat sunnah Qabliyah Subuh) nilainya lebih baik daripada dunia dan semua yang ada di dalamnya. رَكْعَتَا اْلفَجْرِ خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيْهَا Dua rakaat shalat sunnah Subuh lebih baik daripada dunia dan semua yang ada di dalamnya. (HR Muslim, Tirmidzi dan Ahmad) Maksud hadits tersebut yaitu seandainya kita memiliki semua yang ada di dunia ini kemudian menyedekahkannya, maka nilainya tidak akan sama dengan shalat Qabliyah Subuh. Oleh karena begitu besarnya nilai shalat ini, para ulama menasihatkan agar kita tidak meninggalkannya. Walaupun kita shalat Subuh sendirian di rumah, janganlah kita lupakan shalat sunnah ini. Kalau keutamaan shalat sunnah Qabliyah Subuh saja seperti itu, bagaimana dengan shalat fardhu Subuh? Tentu kita bisa mengkalkulasi sendiri sebesar apa keutamaannya. Agar senantiasa bisa berbakti kepada-Nya, marilah kita bersama-sama berdoa kepada Allah : رَبِّ اجْعَلْنِيْ مُقِيْمَ الصَّلـٰوةِ وَمِنْ ذُرِيَّتِيْ رَبَّنَا وَتَقَبَّلْ دُعَاۤءِ Ya Tuhanku, jadikanlah aku dan keturunanku orang yang mendirikan shalat (sujud menyembah Engkau). Ya Tuhan kami, perkenankanlah permohonan kami ini. (QS Ibrâhîm [14] : 40) |
Direct link: https://paste.plurk.com/show/720218